Misteri di mana
Kapal Nabi Nuh berada terus menjadi kontroversi,
memikat para arkeolog, ilmuwan, sejarawan, para petualang, dan pemeluk
agama. Dan kebanyakan mengarah ke satu titik: Gunung Ararat di Turki.
Seperti
dikisahkan dalam kitab suci tiga agama -- Islam, Kristen, dan Yahudi --
sekitar 4.800 tahun lalu, dunia dilanda bencana mahadahsyat untuk
menyadarkan umat manusia: banjir raksasa.
Sebelumnya, Tuhan
memerintahkan Nabi Nuh untuk membangun sebuah bahtera untuk mengangkut
manusia yang beriman dan segala jenis hewan.
Bencana pun
terjadi, hujan turun 40 hari 40 malam, lautan luber, dunia tenggelam,
termasuk puncak-puncak gunung, membinasakan sebagian besar mahluk hidup.
Setelah bencana mereda, binatang dilepaskan, manusia membangun
kembali kehidupannya. Namun, tak ada penjelasan sama sekali, di mana
persisnya bahtera itu menyelesaikan misinya.
Bahtera Nabi Nuh telah lama menyandera imaji manusia.
Seperti dimuat situs
New Vision,
suatu hari di musim panas 1916, seorang pilot Rusia terbang di atas
Ararat, menemukan obyek aneh di ketinggian 14.000 kaki atau 4.267 meter,
yang mirip kapal selam.
Laporannya diverifikasi oleh pilot
lain. Kabar itu lantas sampai ke telinga Tsar Nicolas II dari Rusisia
yang membentuk sebuah ekspedisi ilmiah yang terdiri dari 150 insinyur
militer dan ahli untuk mendaki Gunung Ararat. Mereka dilaporkan
menemukan obyek diduga perahu dan mengambil spesimen di sana.
Dokumen
ilmiah soal keberadaan bahtera itu lantas diserahkan pada seorang
perwira untuk disampaikan pada Tsar di Moskow, yang sedang dilanda
revolusi pada 1917 yang dikenal sebagai Revolusi Bolshevik.
Perwira
itu tewas ditembak sebelum merampungkan tugasnya, dokumen jatuh ke
tangan Leon Trotsky, tokoh Revolusi Bolshevik. Sampai saat ini
keberadaannya tidak diketahui.
Percaya atau Skeptis
Bahtera
Nuh bahkan menyebar dari mulut ke mulut sejak zaman Romawi kuno. Juga
disebut bahwa sarjana Romawi, petualang abad pertengahan, dan tentara
Ottoman dilaporkan menyaksikan kapal mistis di atas Gunung Ararat.
Sementara,
menurut sejarawan abad pertama Masehi, Flavius Josephus, bahtera di
puncak Ararat itu telah ditemukan penduduk setempat. "Sebagian dari
kapal masih bertahan, di gunung. dan orang-orang membawa
potongan-potongan itu, yang mereka gunakan sebagai jimat keberuntungan."
Pada
1829, Dr Friedrich Parrot, yang melakukan pendakian di sejumlah titik
pegunungan Ararat mengatakan, orang Armenia yakin bahwa Bahtera Nuh
tetap sampai hari ini masih ada di puncak Gunung Ararat. Dan tak
membolehkan manusia mendekatinya.
Lalu pada 1876, James Bryce,
seorang negarawan, diplomat, penjelajah, dan profesor hukum perdata di
Oxford, mendaki Ararat dan menemukan potongan kayu empat inci yang
diklaim sebagai cuilan bahtera.
Pada 1949, Aaron J. Smith, dekan
People’s Bible College di AS memimpin sebuah ekspedisi yang mengklaim
berhasil menemukan bahtera itu.
Bahkan mantan astronot James
Irwin memimpin dua ekspedisi ke Ararat pada 1980-an tanpa hasil. "Saya
sudah melakukan semua yang saya bisa," kata dia. "Tapi bahtera itu terus
mengelak."
Pencari Modern
Pada 2006,
citra satelit secara detil menunjukan benda mirip kapal yang diduga
perahu Nuh itu adalah gunung yang dilapisi salju. Namun, fakta ilmiah
itu tak memudarkan keyakinan para pencari.
Kelompok peneliti dari China dan Turki yang tergabung dalam 'Noah's Ark Ministries International' melakukan ekspedisi ke Ararat
Pada,
26 April 2010 mereka mengklaim menemukan sisa-sisa perahu Nabi Nuh
berada di ketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat, di
Turki Timur.
Mereka bahkan mengklaim berhasil masuk ke dalam
perahu itu, mengambil foto dan beberapa spesimen untuk membuktikan klaim
mereka. "Kami belum yakin 100 persen bahwa ini benar perahu Nuh, tapi
keyakinan kami sudah 99 persen," kata salah satu anggota tim yang
bertugas membuat film dokumenter, Yeung Wing, seperti dimuat laman
berita Turki,
National Turk, 27 April 2010.
Namun, klaim
tersebut diragukan banyak pihak. Salah satunya, Dr. John Morris,
arkeolog kawakan Institute for Creation Research, bahkan menuding
penemuan tersebut sebagai sebuah kebohongan. Morris telah memimpin 13
ekspedisi ke Gunung Ararat untuk mencari kapal yang disebut dalam kitab
suci. Dia mengetahui dengan pasti lokasi di Ararat, dan menyebut
penemuan para peneliti China tersebut merupakan penipuan.
sumber: liputan6